“Menganalisis Kasus dengan Menggunakan Perspektif HAM”
A.
PENGERTIAN Hak Asasi
Manusia (HAM)
Menurut, UU No. 39 Th.1999 Tentang HAM
Hak
Asasi Manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kodratnya meliputi hak hidup, hak kebebasan, hak milih, hak dasar lain yang melekat pada diri
manusia dan tidak dapat diganggu gugat
oleh orang lain.
Menurut Tap MPR No. XVII/MPR/1988
bahwa Hak Asasi Manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri manusiasecara
kodrat, universal, dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Kewajiban
dasar manusia adalah seperangkat kewajiban
yang apabila tidak dilaksanakan, tidak
memungkinkan terlaksana dan tegaknya Hak Asasi Manusia.
HAK ASASI MANUSIA DAN KEBEBASAN DASAR
MANUSIA
1. Hak Untuk hidup
2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
3. Hak mengembangkan diri
4. Hak memperoleh keadilan
5. Hak atas kebebasan pribadi
6. Hak atas rasa aman
7. Hak turut serta dalam pemerintahan
B.
ANALISIS
KASUS :
1. Setiap
Warga Negara berhak dan berkewajiban dalam upaya bela negara.
2. Masih
adanya pengangguran, kemiskinan, dan anak putus sekolah.
3. Majikan
menganiaya pembantunya.
4. Seorang
anak dibawah umur dipaksa menikah dengan seorang konglongmerat oleh orang
tuanya.
5. Penganiayaan
seorang istri oleh suaminya.
6. Guru/
dosen memukul anak didiknya.
C.
PEMBAHASAN
KASUS :
1. Setiap Warga Negara berhak dan berkewajiban dalam
upaya bela negara.
Bela negara adalah tekad, sikap
dan tindakan warga negara yang teratur
menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air
sesuai kesadaran hidup berbangsa dan bernegara.
Berdasarkan
asas demokrasi, dalam pembelaan Negara. Menurut UUD 1945,
pasal 27 ayat 3 “bahwa usaha bela
negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara”.
Dan
asas pembelaan Negara itu sendiri mencakup dua arti:
- Setiap warga negara harus turut serta
dalam menentukan kebijakan tentang pembelaan negara melalui lembaga sesuai
undang- undang.
- Setiap
warga negara harus turut serta dalam setiap usaha pembelaan negara sesuai
dengan kemampuan dan profesi masing- masing.
Setiap
warga negara wajib mempertahankan negaranya supaya kelangsungan hidup bangsanya
tetap terpelihara. Untuk mempertahankan negara sangat ditentukan oleh sikap dan
perilaku setiap warga negaranya. Jika warga negara bersifat aktif dan peduli
terhadap kemajuan bangsanya maka kelangsungan hidup bangsa akan tetap
terpelihara. Sebaliknya jika warga negara tidak peduli terhadap persoalan yang
dihadapi bangsanya kelangsungan hidup bangsa akan terancam dan cepat atau
lambat negara akan bubar.
Dan
dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 3 sudah jelas menyatakan bahwa “setiap warga
negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. Artinya
setiap warga negara memiliki wewenang menggunakan hak selaku warga negara dalam
membela negara. Tidak ada hak untuk orang lain atau kelompok lain melarangnya.
Demikian juga setiap warga negara wajib membela negaranya jika negara dalam
keadaan bahaya. Misalnya ada ancaman dari dalam maupun dari luar yang berupaya
mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Maka setiap warga
negara harus membela dan mempertahankan tegaknya NKRI. Dan kata wajib
sebagaimana terdapat dalam UUD 1945, mengandung makna bahwa negara dapat
memaksa warga negara untuk ikut dalam pembelaan negara.
Contoh
tindakan warga negara yang wajib atau
dapat dilakukan sebagai upaya bela negara. Dan agar kondisi negara aman dan
damai, upaya bela negara yang dapat dilakukan antara lain:
Siskamling
Dengan kegiatan Siskamling maka keamanan dan ketertiban masyarakat akan tetap terpelihara. Dan meskipun ini terlihat sepele atau diacuhkan oleh kebanyakan orang tapi ini adalah kewajiban kita untuk menjaga atau bela negara kita dalam kelompok kecil atau perkampungan.
Dengan kegiatan Siskamling maka keamanan dan ketertiban masyarakat akan tetap terpelihara. Dan meskipun ini terlihat sepele atau diacuhkan oleh kebanyakan orang tapi ini adalah kewajiban kita untuk menjaga atau bela negara kita dalam kelompok kecil atau perkampungan.
Menanggulangi
akibat bencana alam atau saling membantu antar warga negara
Membantu sesama manusia merupakan perbuatan terpuji. Misalnya membantu meringankan beban yang tertimpa musibah bencana alam seperti kebakaran, kebanjiran, tanah longsor, gempa bumi dan contoh lainnya.
Membantu sesama manusia dapat memperkokoh keutuhan masyarakat, karena bantuan yang diberikan akan menimbulkan simpati dan empati, dan saling merasakan (tenggang rasa). Ini jelas mengatakan bahwa, suatu bantu membantu atau meringankan beban sesama warga negara, itu adalah kewajiban kita sebagai warga negara agar terciptanya kedamaian antar warga negara dan dalam “Bhineka Tunggal Ika” mengatakan, Indonesia berbeda-beda namun tetap satu. Dan tidak ada salahnya kita saling membantu antara warga negara.
Membantu sesama manusia merupakan perbuatan terpuji. Misalnya membantu meringankan beban yang tertimpa musibah bencana alam seperti kebakaran, kebanjiran, tanah longsor, gempa bumi dan contoh lainnya.
Membantu sesama manusia dapat memperkokoh keutuhan masyarakat, karena bantuan yang diberikan akan menimbulkan simpati dan empati, dan saling merasakan (tenggang rasa). Ini jelas mengatakan bahwa, suatu bantu membantu atau meringankan beban sesama warga negara, itu adalah kewajiban kita sebagai warga negara agar terciptanya kedamaian antar warga negara dan dalam “Bhineka Tunggal Ika” mengatakan, Indonesia berbeda-beda namun tetap satu. Dan tidak ada salahnya kita saling membantu antara warga negara.
Belajar
dengan Tekun
Kegiatan bela negara dapat dilakukan oleh pelajar di sekolah melalui pembelajaran pendidikan kewarganegaraan. Menurut UU No. 3 Th. 2002 pasal 9 ayat 2 menyebutkan keikut sertaan warga negara dalam upaya bela negara di antaranya melalui Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Kegiatan extra kurikuler seperti kepramukaan, PMR, Paskibra yang merupakan kegiatan bela negara.
Kegiatan bela negara dapat dilakukan oleh pelajar di sekolah melalui pembelajaran pendidikan kewarganegaraan. Menurut UU No. 3 Th. 2002 pasal 9 ayat 2 menyebutkan keikut sertaan warga negara dalam upaya bela negara di antaranya melalui Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Kegiatan extra kurikuler seperti kepramukaan, PMR, Paskibra yang merupakan kegiatan bela negara.
- Masih
adanya pengangguran, kemiskinan, dan anak putus sekolah.
Pengangguran,
kemiskinan, dan anak putus sekolah kian lama kian bertambah. Ini di sebabkan
oleh banyak faktor. Jika kita hubungkan dengan Hak Asasi Manusia, ini jelas
sekali hubungannya dengan pemerintah. Kita lihat pada pasal 27 Ayat (2) UUD
1945 yang berbunyi, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Namun kenyataannya pengangguran di
Indonesia begitu banyak, dan lapangan pekerjaan pun belum bisa mengantisipasi
atau mengurangi pengangguran pada saat ini. Kita seharusnya sebagai warga
negara berhak menuntut hak kita agar pemerintah meperhatikan nasib warga negara
kita pada saat ini. Namun di faktor lain juga, banyak SDM (Sumber Daya Manusia)
yang belum memadai untuk memenuhi lapangan pekerjaan.
Tapi,
ini semua adalah tanggung jawab pemerintah yang sudah tertera dalam Pasal 28 I
ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa “perlindungan, pemajuan, penegakan, dan
pemenuhan HAM adalah tanggungjawab negara, terutama Pemerintah”. Dan bagaimana
caranya pemerintah agar SDM yang ada pada saat ini bisa mengurangi pengangguran
dan penegakkan hak asasi manusia dapat berjalan yang telah tertuang dalam pasal
28 I ayat (5) UUD 1945 yang menyatakan bahwa, “ untuk menegakkan dan melindungi
hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan
hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan”. Dan bila penegakkan HAM tercapai, insyaallah secara
bertahap warga negara kita jauh akan dari kemiskinan, dan anak putus sekolah
pun akan berkurang.
3.
Majikan menganiaya pembantunya.
Bila
kita mendengar sebuah kata penganiayaan pada media masa, tentunya kita akan
berfikir pada penganiayaan pembantu oleh majikannya. Masalah ini terjadi
terdapat banyak faktor. Sebelum kita menganalisa pada HAM. Kita harus
mengetahui mengapa peristiwa atau kasus ini bisa terjadi. Ini kemungkinan
terjadi akibat terjadi kesalah pahaman antara majikan dan pembantunnya.
Kemungkinan yang terjadi adalah, ketidaksamaan adat istiadat dan perilaku
antara pembantu dan majikannya. Karena kita ambil contoh para TKI yang ada di
luar negri, tidak sama adat-istiadatnya antara majikan yang di luar negri dan
pembantunya yang dari Indonesia.
Namun
tidak semua semua para pembantu yang ada di luar negri sebagai TKI teraniaya
oleh majikannya. Banyak para TKI pulang dari Negara tetangga, dia bisa
membiayai keluarganya hingga dia bisa membangun rumah mewah dan memiliki usaha
dan menjadi wirausaha. Namun itu semua harus menjadi tanggung jawab oleh
pemerintah. Dan pembantu berhak sebagai warga negara meminta haknya sebagai Hak
Asasi Manusia untuk perlindungan dari penyiksaan dan penganiayaan yang sudah
diatur dalam pasal 28 G ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa, “setiap orang
berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat
martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari Negara lain”.
Dan
juga terdapat pada pasal 28 I ayat (1) yang berbunyi, “hak untuk hidup, hak
untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan, pikiran dan hati nurani, hak beragama,
hak untuk diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan
hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”. Dan kasus ini penting
untuk sangat diperhatikan oleh pemerintah, karena selain sudah diatur dalam
undang-undang, para pembantu khususnya sebagai TKI, ini dalah penghasil devisa
Negara yang masuk sebagai kas Negara. Dan para TKI wajib meminta haknya sebagai
warga Negara untuk di lindungi.
4.
Seorang anak dibawah umur dipaksa
menikah dengan seorang konglongmerat oleh orang tuanya.
Mekipun ini adalah hak
sebagai orang tua untuk menikahkan anaknya dengan siapa saja, tetapi baru-baru
ini ada sebuah peristiwa di sebuah kota pacitan, yaitu ibu menganiaya anaknya
karena anak menolak di jodohkan dengan pilihan ibunya. Dan ini adalah masalah
yang harus di perhatikan oleh KOMNAS HAM. Karena seorang anak harus dilindungi
yang telah tertulis dalam pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Dan juga
terjerat pasal 80 UU Perlindungan Anak.
Kasus ini terjadi
karena terdapat banyak faktor yang mempengaruhi. Diantaranya, orang tua
menikahkan anaknya dengan konglomerat karena yang pertama adalah dari faktor
segi ekonomi. Yaitu orang tua tidak bisa menghidupi keluarganya dan terpaksa
orang tua tersebut menikahkan anaknya dengan seorang konglongmerat.
Dan yang kedua ini bisa
terjadi kaeran orang tua menjual anaknya kepada seorang konglongmerat. Ini
adalah masalah yang harus diperhatikan karena sudah terjadi penjualan anak di
bawah umur. Dan ini masalah serius yang harus diperhatikan oleh pemerintah,
karena seorang anak harus mrndapatkan haknya , untuk
dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan, dan dibimbing oleh orang tuanya dan juga
untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran, bahkan untuk bergaul, bermain,
berekreasi sesuai umur/bakat yang telah tertuang dalam UU RI No.23/2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana, anak
memperoleh haknya.
5.
Penganiayaan seorang istri oleh suaminya.
Selama
ini rumah tangga dianggap sebagai tempat yang aman karena seluruh anggota keluarga merasa damai dan terlindungi. Padahal
sesungguhnya penelitian mengungkapkan betapa tinggi intensitas kekerasan dalam rumah tangga. Dari penduduk berjumlah 217 juta,
11,4 persen di antaranya atau sekitar 24 juta penduduk perempuan, terutama di
pedesaan mengaku pernah mengalami tindak
kekerasan, dan sebagian besar berupa kekerasan domestik, seperti penganiayaan, perkosaan, pelecehan, atau
suami berselingkuh (Kompas, 27 April
2000).
KDRT
(Kekerasan Dalam Rumah Tangga), menurut saya dapat berbentuk:
1) penganiayaan fisik (seperti pukulan,
tendangan);
2) penganiayaan psikis atau emosional (seperti
ancaman, hinaan, cemoohan);
3) penganiayaan finansial,
misalnya dalam bentuk
penjatahan uang belanja secara
paksa dari suami;
4) penganiayaan seksual (pemaksaan hubungan seksual).
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga
yang dimaksudkan dalam tulisan ini mencakup
segala bentuk perbuatan yang menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan),
rasa sakit, luka, dan sengaja merusak kesehatan. Termasuk juga dalam kategori penganiayaan
terhadap istri adalah pengabaian kewajiban memberi nafkah lahir dan batin.
Perilaku
kekerasan di atas dapat terjadi dalam setiap rumah tangga. Sehingga KDRT
(Kekerasan Dalam Rumah Tangga), bukan terletak
pada apa kriterianya, tetapi lebih pada alasan mengapa perilaku kekerasan itu dapat
menerpa tiap keluarga. Menurut salah
satu sumber-sumber kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi didasarkan pada
beberapa alasan seperti:
1.
Adanya persoalan ekonomi, lebih pada kebutuhan lahiriah
2.
Persoalan keturunan, faktor bathiniah
3.
Adanya orang ketiga baik Wanita Idaman Lain (WIL) maupun Pria Idaman
Lain (PIL)
4.
Budaya mahar/belis.
Secara
umum keempat faktor inilah yang menjadi
alasan terjadinya KDRT. Faktor-faktor ini tentu saja akan berbeda pada daerah dan situasi,
hanya saja dari sekian banyak kasus yang terjadi, disebabkan oleh karena
persoalan ekonomi, dimana kebutuhan papan, pangan tidak terpenuhi, maka suami atau istri bahkan
anak-anak bersikap kasar atau bahkan melakukan kekerasan. Dan faktor ekonomilah
yang sangat besar pengaruhnya terhadap adanya KDRT.
Menurut
data yang didapatkan berdasarkan kasus yang dilaporkan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan,
terhitung dari beberapa periode angka kasus kekerasan ini meningkat sebesar 45%3, atau
berdasarkan catatan Komisi Nasional
Perempuan, kekerasan terhadap istri selama
tahun 2007 tercatat 17.772 kasus, sedangkan tahun 2006 hanya 1.348 kasus, bahkan hal
terburuk yang terjadi adalah anak pun
terkena imbas dari pertengkaran antara orang tua, memang dalam hal ini pemicu
terbesar dari setiap kekerasan ini adalah faktor ekonomi yang semakin lama
dirasakan semakin sulit oleh keluarga, terlebih dengan kejadian krisis ekonomi
yang menimpa negara kita saat ini, sehingga ini memang akan menjadi sebuah
ujian berat bagi setiap orang untuk
tetap survive menjalani hidup, termasuk
bagaimana mengelola rumah tangga agar sekalipun
terlilit kesulitan ekonomi, tetapi bangunan rumah tangga tidak retak lantaran
adanya kekerasan.
Dalam
banyak literature (Kompas), KDRT diartikan hanya mencakup penganiayaan suami terhadap
isterinya karena korban kekerasan dalam rumah
tangga lebih banyak dialami oleh para isteri ketimbang anggota keluarga yang lain. KDRT
dapat berbentuk:
1. penganiayaan fisik (seperti pukulan,
tendangan);
2. penganiayaan psikis atau emosional (seperti
ancaman, hinaan, cemoohan);
3. penganiayaan finansial, misalnya dalam bentuk penjatahan
uang belanja secara paksa dari suami;
4. penganiayaan seksual (pemaksaan hubungan
seksual).
Konsepsi kekerasan
sebagai kejahatan dalam konteks kehidupan berumah tangga, sebagaimana yang
dikonsepsikan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga10 selanjutnya disebut UU PKDRT, adalah sebagai
berikut:
“Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman
untuk melakukan perbuatan, pemaksaan,
atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”.
Rumusan
UU PKDRT kalau dikoneksikan dengan konsepsi
kekerasan sebelumnya, maka dapat ditemukan
benang merah yang sangat koheren antara kejahatan dengan kekerasan. Koherensinya
yakni bahwa kekerasan sangat biasa terjadi dalam kehidupan berumah
tangga. Karenanya kekerasan sebagai bagian dari kejahatan, perlu dinormakan secara positif agar memiliki kepastian hukum
yang jelas. Karena salah satu fungsi UU adalah memagari masyarakat agar tidak
semena-mena terhadap orang lain.
Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
sekalipun telah dilahirkannya UU PKDRT sebagai salah satu bagian dari Criminal
Policy untuk menanggulangi kejahatan, melalui
sarana penal (UU
PKDRT), namun juga diperlukan sarana
non penal. Sarana non penal inilah sesungguhnya
ruang bagi etiologi kriminologi untuk berperan maksimal dalam mnembahas KDRT.
Bila
ini dibahas lebih lanjut akan masih banyak yang akan dibahas. Jadi untuk
menaggapi masalah seperti ini, seharusnya pemerintah lebih memperhatikan sebuah
hak wanita, dimana hak wanita untuk dilindungi, dalam pasal 28 G ayat (1) dan
(2). Dan juga dalam UU No.23 Tahun 2004.
6.
Guru/ dosen memukul anak didiknya.
Menteri
Pendidikan Nasional, M Nuh, mengecam keras tindak kekerasan guru terhadap
muridnya. Aksi semacam itu menjadi preseden buruk bagi guru dan mencoreng wajah
pendidikan di Tanah Air. "Intinya
siapa pun, tidak usah guru yang melakukan kekerasan, itu tidak
dibenarkan," kata M. Nuh kepada detikcom saat ditemui di kantornya. Hal
ini disampaikan M. Nuh saat ditanya seputar aksi Kholil, guru di SMPIT Insan
Mubarak yang memukul anak didiknya, Ade Sukma Fachrurromdzi (14), hingga
menderita tiga jahitan di pelipisnya. Menurut
M. Nuh, pihak sekolah harus mengambil tindakan terhadap guru tersebut. Dinas
DKI, lanjutnya, juga harus turun tangan menyelesaikan masalah ini. "Jangan
sampai kekerasan semacam ini kembali terulang. Kepala dinas turut pikirkan itu.
Ada mekanisme bagaimana membangun dan meminimalisir kejadian itu," ujar M.
Nuh. Polres
Metro Jakarta Barat telah menjadikan Kholil sebagai tersangka. Kholil mangkir saat dipanggil pertama kali. Polisi kemudian melayangkan
panggilan kedua. Polres meminta Kholil bersikap kooperatif mempertanggung
jawabkan ulahnya.
Berdasarkan
hasil pemeriksaan sejumlah saksi mata dan mengacu pada hasil visum, diketahui
bahwa luka 3 jahitan di pelipis Ade akibat dipukul. Ini sekaligus membantah
pernyataan Kholil yang mengaku mengibaskan tangan dan tidak sengaja mengenai
Ade. Atas
ulahnya tersebut, Kholil dijerat dengan Pasal 80 UU Perlindungan Anak dan Pasal
351 KUHP. Ancaman tertitinggi di UU Perlindungan anak adalah pidana 10 tahun
penjara.
Penjelasan
diatas adalah marahnya seorang Menteri Pendidikan Nasional, yaitu M Nuh. Dia
sangat kecewa melihat para guru bersikap kasar kepada muridnya. Namun juga
banyak faktor yang mempengaruhi. Mungkin guru memukuli muridnya, karena guru
kesal melihat muridnya yang nakal dan tidak mau di nasehati. Akan tetapi tidak
sepantasnya guru memperlakukan murid demikian. Karena murid masih dalam proses
belajar dalam menggapai cita-citanya. Dan juga murid mempunyai haknya sebagai
anak. Dan anak juga di lindungi oleh hukum. Yang telah tercamtum dalam UU RI
No.23/2002 tentang Perlindungan Anak.
Makasih ya
BalasHapusAs claimed by Stanford Medical, It's in fact the SINGLE reason this country's women live 10 years more and weigh on average 42 lbs lighter than us.
BalasHapus(And realistically, it has NOTHING to do with genetics or some secret-exercise and absolutely EVERYTHING related to "HOW" they are eating.)
P.S, I said "HOW", not "what"...
Click on this link to determine if this quick quiz can help you discover your true weight loss possibilities