Selasa, 27 Maret 2012

“Eksistensi Good Governance di Indonesia”


“Eksistensi Good Governance di Indonesia”


PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sistem kepemerintahan yang baik adalah partisipasi, yang menyatakan semua institusi governance memiliki suara dalam pembuatan keputusan, hal ini merupakan landasan legitimasi dalam sistem demokrasi, good governance memiliki kerangka pemikiran yang sejalan dengan demokrasi dimana pemerintahan dijalankan sepenuhnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemerintah yang demokratis tentu akan mengutamakan kepentingan rakyat, sehingga dalam pemerintahan yang demokratis tersebut penyediaan kebutuhan dan pelayanan publik merupakan hal yang paling diutamakan dan merupakan ciri utama dari good governance.
Sudah terlalu banyaknya masalah yang terjadi di Indonesia. Banyak pernyataan buruk yang menyatakan bahwa Indonesia terpuruk terutama dengan hukumnya. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI 1945) Pasal 1 ayat (3), dinyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Menjadi pertanyaan yang sangat mendasar mengapa negara yang mengklaim sebagai negara hukum bisa mengalami keterpurukan hukum terutama dalam penegakannya.
Eksistensi pemerintahan yang baik atau yang sering disebut good governance yang selama di elukan-elukan faktanya saat ini masih menjadi mimpi dan hanyalah sebatas jargon belaka. Indonesia harus segera terbangun dari tidur panjangnya. Revolusi disetiap bidang harus dilakukan karena setiap produk yang dihasilkan hanya mewadahi kepentingan partai politik, fraksi dan sekelompok orang. Padahal seharusnya penyelenggaraan negara yang baik harus menjadi perhatian serius. Transparansi memang bisa menjadi salah satu solusi tetapi apakah cukup hanya itu untuk mencapai good governance.
Sebagai negara yang menganut bentuk kekuasaan demokrasi. Maka “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar” seperti disebutkan dalam UUD NRI 1945 Pasal 1 ayat (2). Negara seharusnya memfasilitasi keterlibatan warga dalam proses kebijakan publik. Menjadi salah satu bentuk pengawasan rakyat pada negara dalam rangka mewujudkan good governance. Memang akan  melemahkan posisi pemerintah. Namun hal itu lebih baik daripada perlakukan otoriter dan represif pemerintah.
Penyakit magnetis atas materi yang saat ini menjangkiti setiap oknum pejabat dalam pemerintahan masih belum bisa disembuhkan. “Korupsi” yang bahkan beberapa kalangan sebagai budaya hidup pejabat pemerintahan masih saja eksis dan malah meningkat. Lalu bagaimana dengan eksistensi good governance  dalam menangani korupsi tersebut. Prinsip kedaulatan berada ditangan rakyat seolah hanya sebatas goresan hitam diatas kertas konstitusi. Banyak tindakan dan langkah yang ditempuh pemerintah tanpa memikirkan kondisi dan memberika rakyat untuk ikut berpartisipasi. Asumsi demokrasi adalah otoritas yang terletak di tangan rakyat maka masyarakat memiliki hak untuk ikut serta dan tahu tujuannya. Produk hukum dan penegakan hukum tersebut belum memberikan hak itu sampai saat ini. Perlu dilakukan pembentukan susunan politik yang memungkinkan ruang untuk kelompok yang berbeda dalam masyarakat sipil untuk bergabung dalam proses kebijakan publik. Good Governance adalah segala daya upaya untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang baik. Namun saat ini Indonesia masalah politik seringkali menjadi penghambat bagi terwujudnya good governance tersebut.
Perlu pengawasan terhadap pemerintah dalam setiap kebijakan dan produk hukum yang  dihasilkan. Untuk meningkatan pelayanan publik dan kinerja pemerintah dalam menegakkan hukum. Dimana tujuan hukum itu sendiri menurut Gustav Radbruch adalah keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Maka demi terjaminnya eksistensi good governance di Indonesia maka pemerintah dalam menjalankan pemerintahan haruslah bersih sebagai telah diwujudkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Namun dengan berbagai langkah yang telah ditempuh, cita-cita good governance masih belum dapat direalisasikan. Maka perlu pengkajian lebih dalam terhadap faktor yang mendasari hal itu bisa terjadi dan mencari formula yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Juga sebagai wujud langkah preventif dari masalah yang lebih berat daripada masalah yang saat ini dihadapi Indonesia.

B. Rumusan Masalah

            Dengan latar belakang  yang telah dijabarkan mengenai “Eksistensi Good Governance di Indonesia”, maka terdapat beberapa hal yang menjadi poin penting yang akan dikaji lebih dalam, yaitu :
1.      Apakah perbedaannya dari “good governance dan good government?
2.      Apakah pengertian dari good governance?
3.      Bagaimana kondisi  Good Governance di Indonesia?
4.      Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi Good Governce?
5.      Apa Upaya-upaya menuju Good Governance?


PEMBAHASAN

Dalam kamus, istilah “government” dan “governance” seringkali dianggap memiliki arti yang sama yaitu cara menerapkan otoritas  dalam suatu organisasi, lembaga atau  negara. Government atau pemerintah juga adalah nama yang diberikan kepada entitas yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan dalam suatu negara.
Perbedaan paling pokok antara konsep “government” dan “governance” terletak pada bagaimana cara penyelenggaraan otoritas politik, ekonomi dan administrasi dalam pengelolaan urusan suatu bangsa. Konsep “pemerintahan” berkonotasi peranan pemerintah yang lebih dominandalam penyelenggaran berbagai otoritas tadi. Sedangkan dalam governance mengandung makna bagaimana cara suatu bangsa mendistribusikan kekuasaan dan mengelola sumberdaya dan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan kata lain, dalam konsep governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule  of law,partisipatiof dan kemitraan.  Mungkin difinisi yang dirumuskan IIAS adalah yang paling tepat meng-capture makna tersebut yakni “the process whereby elements in society wield power and authority,  and influence and enact policies and decisions concerning public life, economic and social development.”  Terjemahan dalam bahasa kita, adalah proses dimana berbagai unsur dalam masyarakat menggalang kekuatan dan otoritas, dan mempengaruhi dan mengesahkan kebijakan dan keputusan tentang kehidupan  publik, serta pembangunan ekonomi dan sosial.
Istilah “governance” sebenarnya sudah dikenal dalam literatur administrasi dan ilmu politik hampir 120 tahun, sejak Woodrow Wilson, yang kemudian menjadi Presiden Amerika Serikat ke 27, memperkenalkan bidang studi tersebut kira-kira 125 tahun yang lalu. Tetapi selama itu  governance hanya digunakan dalam literatur politik dengan pengetian yang sempit. Wacana tentang “governance” dalam pengertian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai tatapemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan  atau pengelolaan pemerintahan, tata-pamong --  baru muncul sekitar 15 tahun belakangan, terutama setelah berbagai lembaga pembiayaan internasional menetapkan “good governance” sebagai persyaratan utama untuk setiap program bantuan mereka. Oleh para teoritisi  dan praktisi administrasi negara Indonesia, istilah “good governance” telah diterjemahkan dalam berbagai istilah, misalnya, penyelenggaraan pemerintahan yang amanah (Bintoro Tjokroamidjojo), tata-pemerintahan yang baik (UNDP), pengelolaan  pemerintahan yang baik dan bertanggunjawab (LAN), dan ada juga yang mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih (clean government).

Good Governance terdapat tiga terminologi yang masih rancu dengan istilah dan konsep good governance, yaitu: good governance (tata pemerintahan yang baik), good government (pemerintahan yang baik), dan clean governance (pemerintahan yang bersih).

Untuk lebih dipahami makna sebenarnya dan tujuan yang ingin dicapai atas good governance, maka adapun beberapa pengertian dari good governance, antara lain :
1.    Menurut Bank Dunia (World Bank)
Good governance merupakan cara kekuasaan yang digunakan dalam mengelola berbagai sumber daya sosial dan ekonomi untuk pengembangan masyarakat. 
2.    Menurut UNDP (United National Development Planning)
Good governance merupakan praktek penerapan kewenangan pengelolaan berbagai urusan. Penyelenggaraan negara secara politik, ekonomi dan administratif di semua tingkatan.

Dalam konsep di atas, ada tiga pilar good governance yang penting, yaitu:
1.      Kesejahteraan rakyat (economic governance)
2.      Proses pengambilan keputusan (political governance)
3.      Tata laksana pelaksanaan kebijakan (administrative governance)

Dalam proses memaknai peran kunci stakeholders (pemangku kepentingan), mencakup 3 domain good governance, yaitu:
1.      Pemerintah yang berperan menciptakan iklim politik dan hukum yang kondusif
2.      Sektor swasta yang berperan menciptakan lapangan pekerjaan dan pendapatan
3.      Masyarakat yang berperan mendorong interaksi sosial, ekonomi, politik dan mengajak seluruh anggota masyarakat berpartisipasi

Makna dari governance dan good governance pada dasarnya tidak diatur dalam sebuah undang-undang (UU). Tetapi dapat dimaknai bahwa governance adalah tata pemerintahan, penyelenggaraan negara, atau management (pengelolaan) yang artinya kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah. Governance itu sendiri memiliki unsur kata kerja yaitu governing yang berarti fungsi pemerintah bersama instansi lain (LSM, swasta dan warga negara) yang dilaksanakan secara seimbang dan partisipatif. Sedangkan good governance adalah tata pemerintahan yang baik atau menjalankan fungsi pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa (struktur, fungsi, manusia, aturan, dan lain-lain). Clean government adalah pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Good corporate adalah tata pengelolaan perusahaan yang baik dan bersih. Governance without goverment berarti bahwa pemerintah tidak selalu di warnai dengan lembaga, tapi termasuk dalam makna proses pemerintah.

Istilah good governance lahir sejak berakhirnya Orde Baru dan digantikan dengan gerakan reformasi. Sejak itu pula sering diangkat menjadi wacana atau tema pokok dalam setiap kegiatan pemerintahan. Namun meski sudah sering terdengar ditelinga  legislatif, pengaturan mengenai good governance belum diatur secara khusus dalam bentuk sebuah produk, UU misalnya. Hanya terdapat sebuah regulasi yaitu UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang mengatur penyelenggaraan negara dengan Asas Umum Pemerintahan Negara yang Baik (AUPB).

Jadi pengertian Governance adalah tata pemerintahan, penyelenggaraan negara, atau pengelolaan (management) maksudnya bahwa kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah. Kata governance memiliki unsur kata kerja yaitu governing yang berarti bahwa fungsi leh pemerintah bersama instalasi lain (LSM, swasta dan warga negara) , perlu seimbang /setara dan multi arah (partisipatif).Governance without goverment berarti bahwa pemerintah tidak selalu di warnai dengan lembaga, tapi termasuk dalam makna proses pemerintah. Dan Good Governance adalah tata pemerintahan yang baik atau menjalankan fungsi pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa (struktur, fungsi, manusia, aturan, dan lain-lain).
Bagaimana kondisi  Good Governance di Indonesia?
Berbagai assessment yanbg diadakan oleh lembaga-lembaga internasional selama ini menyimpulkan bahwa Indonesia sampai saat ini belum pernah mampu mengambangkan good governance. Mungkin karena alasan itulah Gerakan Reformasi yang digulirkan oleh para mahasiswa dari berbagai kampus telah menjadikan Good Governance, walaupun masih terbatas pada Pemberantasan Praktek KKN (Clean Governance). Namun, hingga saat ini salah satu tuntutan pokok dari Amanat Reformasi  itupun belum terlaksana. Kebijakan yang tidak jelas, penempatan personl yang tidak kredibel, enforcement menggunakan, sertra kehidupan politik yang  kurang berorientasi pada kepentingnan bangsa telah menyebabkan dunia bertanya apakah Indonesia memang serius melaksanakan good governance?
Pada awal 2007, Komite Nasional Kebijakan Governance telah menyempurnakan Pedoman Umum Good Coorporate Governance (GCG) dan merintis pembuatan Pedoman Good Public Governance (Combined Code) yang pertama di Indonesia, dan mungkin bahkan di dunia. Ini merupakan sebuah terobosan dan bukti kepedulian terhadap penciptaan kondisi usaha yang lebih baik dan menjanjikan di Indonesia jika diterapkan dengan konsisten. Pemerintah melalui perangkatnya juga terlihat melakukan banyak pembenahan untuk memperbaiki citra pemerintah dan keseriusannya dalam meningkatkan praktik good public governance, melalui pemberdayaan Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian telah cukup banyak temuan dan kasus yang diangkat ke permukaan dan diterapkan enforcement yang tegas.
Indonesia di tengah dinamika perkembangan global maupun nasional, saat ini menghadapi berbagai tantangan yang membutuhkan perhatian serius semua pihak. Good governance atau tata pemerintahan yang baik, merupakan bagian dari paradigma baru, yang berkembang dan, memberikan nuansa yang cukup mewarnai terutama pasca krisis multi dimensi, seiring dengan tuntutan era reformasi. Situasi dan kondisi ini menuntut adanya kepemimpinan nasional masa depan, yang diharapkan mampu menjawab tantangan bangsa Indonesia mendatang. Perkembangan situasi nasional dewasa ini, di cirirkan dengan tiga fenomena yang dihadapi, yaitu:
a. Permasalahan yang semakin kompleks (multidimensi )
b. Perubahan yang sedemikian cepat (regulasi kebijakan dan aksi-reaksi masyarakat)
c. Ketidakpastian yang relatif tinggi (bencana alam yang silih berganti, situasi ekonomi yang tidak mudah di prediksi, dan perkembangan politik yang up and down).
Kesenjangan proses komunikasi politik yang terjadi di Indonesia antara pemerintah dan rakyatnya, maupun partai yang mewakili rakyat dengan konstituennya menjadikan berbagai fenomena permasalahan sulit untuk di pahami dengan logika awam masyarakat. Seperti:
a. Indonesia kaya raya potensi Sumber Daya Alam(SDA), mengapa banyak yang miskin?
b. Anggaran untuk penanggulangan kemiskinan naik drastis dalam tiga tahun terakhir ini, dari 23 trilyun (2003) menjadi 51 trilyun lebih (2007), mengapa jumlah penduduk miskin justru meningkat dari 35,10 juta (2005) menjadi 39,05 juta (2006) ? Bukankah bila anggarannya di tambah dengan tujuan untuk menanggulangi kemiskinan, jumlah penduduk miskin seharusnya dapat berkurang.
c. Berikutnya, produksi pertanian konon surplus (meningkat) 1,1 juta dan bahkan kita oernah berswasembada pangan. Mengapa harga beras membumbung tinggi? Mengapa harus import terus? Semua ini membuat masyarakat pusing tujuh keliling karena tidak memahami kebijakan nasional.
Komunikasi politik ke bawah, secara efektif belum terjadi, sehingga hanya mengandalkan informasi dari berbagai media massa dengan variatif dan terkadang bisa berbau provokatif. Dalam situasi masyarakat seperti itu (kebingungan informasi), masyarakat tak tahu apa itu good governance.
Sekalipun pemerintah berusaha gencar memasyarakatkannya, namun proses dan cara yang salah dalam berkomunikasi justru akan di sambut dengan apatisme masyarakat. Dalam situasi masyarakat yang sedang belajar berdemokrasi, komunikasi politik yang transparan, partisipasi, dan akuntabilitas kebijakan publik menjadi sangat penting. Ini artinya, good governance menemukan relevansinya.
Laporan Global Competitiveness Report yang dipublikasikan oleh World Economic Forum (WFF) yang menganalisis daya saing ekonomi dengan pendekatan, yakni pendekatan pertumbuhan ekonomin (OCI) dan pendekatan mikro ekonomi (MCI) menunjukkan bahwa peringkata daya saing perekonomian Indonesia (Growth Competitiveness Index) merosot lagi dari urutan ke 64 di tahun 2001 ke urutan 67 (dari 80 negara) di tahun 2002, dan daya saing mikro ekonomi (MCI) turun sembilan tingkat, dari urutan ke 55 menjadi urutan ke 63. Sebelumnya sebuah survey yang dilaporkan pada bulan Juni tahun 2001, yang di lakukan oleh Political and economic Risk consultancy (PERC), menempatkan Indonesia dalam kelompok dengan resiko politik dan ekonomi terburuk di antara 12 negara Asia bersama Cina dan Vietnam. Di lihat dari kebutuhan dunia akan usaha, kepercayaan investor yang menuntut adanya corporate governance berdasarkan prinsip-prinsip dan praktek yang di terima secara Internasional (Internasional Best Practice), maka terbentuknya komite internasional mengenai kebijakan corporate governance, National Comittee on Corporate Governance (NCCG) di bulan Agustus tahun 1999 merupakan suatu tonggak penting dalam sejarah perkembangan Good Governance di Indonesia.
Secara riil, melihat data investasi ke Indonesia selama 2007, ada perkembangan luar biasa, karena realisasi PMA naik lebih dari 100%, dengan nilai realisasi investasi yang menembus US$9 miliar. Namun, penilaian dari lembaga-lembaga internasional sepertinya tidak ada perubahan yang signifikan dalam penerapan good governance secara konsisten. Berdasarkan survei World Bank 2007, ada perbaikan dalam situasi bisnis di Indonesia. Misalnya pada pembentukan usaha baru, Indonesia telah menunjukkan reformasi positif dengan percepatan pemberian persetujuan lisensi usaha dari Departemen Kehakiman dan simplifikasi persyaratan usaha.
Selain itu, Indonesia telah melakukan pencatatan semua kreditur dalam “credit registries”, dan memperbesar pagu kredit hampir lima kali lipat. Ini tentu akan memudahkan para entrepreneur untuk menambah modal usaha, selain menjaga terhadap risiko pemberian kredit bermasalah. Juga ada perbaikan dalam peng-eksekusi-an kontrak di Indonesia.
Walaupun demikian, dalam urutan peringkat Indonesia malah menurun. Dari total 175 negara, Indonesia berada di posisi 135, turun empat peringkat dibandingkan dengan tahun 2006. Dari sini bisa disimpulkan bahwa penerapan governance yang baik di Indonesia sudah mengalami kemajuan. Namun, negara-negara lain tampaknya berlari lebih cepat dibandingkan dengan Indonesia, karena mereka yakin dengan upaya demikian mereka unggul dalam menarik investasi.
Survei ACGA (Asian Corporate Governance Association) tentang praktik corporate governance di Asia juga menyebutkan penerapan indikator CGG di Indonesia semuanya berada di bawah rata-rata. Indikator ini meliputi prinsip dan praktik governance yang baik, penegakkan peraturan, kondisi politik dan hukum, prinsip akuntansi yang berlaku umum, dan kultur.
Dalam laporan itu disebutkan beberapa hal yang baik di Indonesia :

a. Pertama, walaupun kondisi pelaporan keuangan di Indonesia belum memadai, kualitas pelaporan keuangan kuartalan ternyata cukup bagus.
b. Kedua, Indonesia ternyata juga memiliki kerangka hukum yang paling .strict dalam memberikan perlindungan untuk pemegang saham minoritas, khususnya dalam pelaksanaan preemptive rights (hak memesan efek lerlebih dahulu).
c. Ketiga, gerakan antikorupsi yang dilakukan pemerintah telah menunjukkan hasil cukup positif. Ditambah lagi, penyempurnaan Pedoman Unium CGG, dan Pedoman CGG sektor perbankan yang dilakukan di Indonesia. Namun, masih menurut laporan tadi, belum banyak yang percaya bahwa pemerintah cukup serius mendorong penerapannya.
Selanjutnya, seorang pengamat mencoba mengkaji kadar penyelenggaraan pemerintahan yang baik di Indonesia, beliau menyimpulkan bahwa ada beberapa pertanyaan yang perlu diperhatikan, apabila Indonesia akan menciptakan pemerintahan yang baik, antara lain :
a. Bagaimana relasi antara pemerintah dan rakyat
b. Bagaimana kultur pelayanan publik
c. Bagaimana praktek KKN
d. Bagaimana kuantitas dan kualitas konflik antara level pemerintah
e. Bagaimana kondisi tersebut di provinsi dan kabupaten/kota
Dari kajian yang dilaksanakan, maka ditemukan ciri pemerintahan yang buruk, tidak efisien dan tidak efektif, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Relasi antara pemerintah dan rakyat berpola serba negara
b. Kultur pemerintah sebagai tuan dan bukan pelayan
c. Patologi pemerintah dan kecenderungan KKN
d. Kecenderungan lahirnya etno politik yang kuat
e. Konflik kepentingan antar pemerintah
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Good Governce
Beberapa faktor yang mempengaruhi clean and good governance, diantaranya:
1.      INTEGRITAS PELAKU PEMERINTAHAN
Di sini peran pelaku pemerintahan sangat berpengaruh. Jika integritas dari para pelaku pemerintahan cukup tinggi, maka walaupun ada kesempatan untuk melakukan penyimpangan (seperti korupsi), maka tetap tidak akan terpengaruh
2.      KONDISI POLITIK DALAM NEGERI
Masalah politik seringkali menjadi penghambat bagi terwujudnya good governance. Hal ini dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya adalah acuan konsep politik yang tidak/kurang demokratis yang berimplikasi pada berbagai persoalan di lapangan.
3.      KONDISI EKONOMI MASYARAKAT
Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh.
4.      KONDISI SOSIAL MASYARAKAT
Masyarakat yang berdaya, khususnya dalam proses penyelenggaraan pemerintahan merupakan perwujudan riil good governance. Masyarakat semacam ini akan solid dan berpartisipasi aktif dalam menentukan berbagai kebijakan pemerintahan. Selain itu masyarakat semacam ini juga akan menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan. Sebaliknya, pada masyarakat yang masih belum berdaya di hadapan negara, dan masih banyak timbul masalah sosial di dalamnya seperti konflik dan anarkisme kelompok, akan sangat kecil kemungkinan good governance bisa ditegakkan
5.      SISTEM HUKUM
Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good governance. Kekurangan atau kelemahan sistem hukum akan berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Dapat dipastikan, good governance tidak akan berjalan mulus di atas sistim hukum yang lemah. Oleh karena itu penguatan sistim hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance.
Upaya-Upaya Menuju Good Governance
Good governance sebagai upaya untuk mencapai pemerintahan yang baik maka harus memiliki beberapa bidang yang dilakukan agar tujuan utamanya dapat dicapai, yang meliputi:

1.    Politik

            Politik merupakan bidang yang sangat riskan dengan lahirnya msalah karena seringkali menjadi penghambat bagi terwujudnya good governance. Konsep politik yang kurang bahkan tidak demokratis yang berdampak pada berbagai persoalan di lapangan. Krisis politik yang saat ini terjadi di Indonesia dewasa ini tidak lepas dari penataan sistem politik yang kurang demokratis. Maka perlu dilakukan pembaharuan politik yang menyangkut berbagai masalah penting seperti:
§  UUD NRI 1945 yang merupakan sumber hukum dan acuan pokok penyelenggaraan pemerintahan maka dalam penyelenggaraannya harus dilakukan untuk mendukung terwujudnya good governance. Konsep good governance itu dilakukan dalam pemilihan presiden langsung, memperjelas susunan dan kedudukan MPR dan DPR, kemandirian lembaga peradilan, kemandirian kejaksaan agung dan penambahan pasal-pasal tentang hak asasi manusia.
§  Perubahan UU Politik dan UU Keormasan yang lebih menjamin partisipasi dan mencerminkan keterwakilan rakyat.
§  Reformasi agraria dan perburuhan
§  Mempercepat penghapusan peran sosial politik TNI
§  Penegakan supremasi hukum

2.    Ekonomi

            Ekonomi Indonesia memang sempat terlepas dari krisis global yang bahkan bisa menimpa Amerika Serikat. Namun keadaan Indonesia saat ini masih terbilang krisis karena masih banyaknya pihak yang belum sejahtera dengan ekonomi ekonomi rakyat. Hal ini dikarenakan krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh. Permasalahan krisis ekonomi di Indonesia masih berlanjut sehingga perlu dilahirkan kebijakan untuk segera.

3.    Sosial

            Masyarakat yang sejahtera dengan terwujudnya setiap kepentingan masyarakat yang tercover dalam kepentingan umum adalah perwujudan nyata good governance. Masyarakat selain menuntut perealisasikan haknya tetapi juga harus memikirkan kewajibannya dengan berpartisipasi aktif dalam menentukan berbagai kebijakan pemerintahan. Hal ini sebagai langkah nyata menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan. Namun keadaan Indonesia saat ini masih belum mampu memberikan kedudukan masyarakat yang berdaya di hadapan negara. Karena diberbagai bidang yang didasari kepentingan sosial masih banyak timbul masalah sosial. Sesuai dengan UUD NRI Pasal 28 bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Masyarakat diberikan kesempatan untuk membentuk golongan dengan tujuan tertentu selama tidak bertentangan dengan tujuan negara. Namun konflik antar golongan yang masih sering terjadi sangat kecil kemungkinan good governance bisa ditegakkan. Maka good governance harus ditegakkan dengan keadaan masyarakat dengan konflik antar golongan tersebut.

4.    Hukum

            Dalam menjalankan pemerintahan pejabat negara memakai hukum sebagai istrumen mewujudkan tujuan negara. Hukum adalah bagian penting dalam penegakan good governance. Setiap kelemahan sistem hukum akan memberikan influence terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Karena good governanance tidak akan dapat  berjalan dengan baik dengan hukum yang lemah. Penguatan sistem hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance. Hukum saat ini lebih dianggap sebagai komiditi daripada lembaga penegak keadilan dan kalangan kapitalis lainnya. Kenyataan ini yang membuat ketidakpercayaan dan ketidaktaatan pada hukum oleh masyarakat


KESIMPULAN
Indonesia adalah salah satu negara didunia yang sedang berjuang dan mendambakan clean and good governance. Namun keadaan saat ini menunjukkan jelas hal tersebut masih sangat jauh dari harapan. Kepentingan politik, KKN, peradilan yang tidak adil, bekerja diluar kewenangan, dan kurangnya integritas dan transparansi adalah beberapa masalah yang membuat pemerintahan yang baik masih belum bisa tercapai. Masyarakat dan pemerintah masih bertolak berlakang untuk mengatasi masalah tersebut. Justru seharusnya menjalin harmonisasi dan kerjasama mengatasi masalah-masalah yang ada.
Hukum yang menjadi alat negara menjalankan pemerintahan, membatasi ruang gerak pemerintah dan masyarakat. Hukum juga sebagai instrumen merealisasikan setiap kepentingan individu yang tercover  dalam kepentingan rakyat. Karena negara terbentuk oleh rasa kebersamaan dan kesatuan setiap individu yang mendorong terbentuknya negara. Untuk menyelenggarakan negara dipilih orang-orang yang diangggap terbaik dari setiap person yang ada untuk menjadi pejabat negara. Pejabat yang akan menjalankan pemerintahan dan menjadi wadah setiap individu dalam masyarakat. Pejabat negara yang akan membuat negara tetap eksis dan berkembang untuk mencapai good governance. Demikian juga dengan Indonesia yang masih berjuang mencapainya.
Kekuasaan Kehakiman yang salahsatunya PTUN adalah lembaga yang menyelesaikan sengketa TUN. PTUN yang berada dibawah kewenangan Mahkamah Agung berperan dengan fungsinya sendiri sebagai langkah mewujudkan good governance. Legislatif, eksekutif dan yudikatif bekerja dengan fungsinya masing-masing dalam rangka mewujudkan good governance.
                                                                                          

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 1999 
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Website
http://digilib.uns.ac.id/pengguna.php?mn=detail&d_id=13717
http://mhunja.blogspot.com/2009/02/good-governance_05.html
http://mardoto.com/2009/04/30/suara-mahasiswa-009-mengkritisi-clean-and-good-governance-di-indonesia/
http://prasetijo.wordpress.com/2009/10/20/good-governance-dan-pembangunan-berkelanjutan/
http://www.transparansi.or.id/tentang/good-governance/ http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=87&Itemid=54 

“ Kasus-kasus Hak Asasi Manusia”


“Menganalisis Kasus dengan Menggunakan Perspektif HAM”

A.    PENGERTIAN Hak Asasi Manusia (HAM)

Menurut,  UU No. 39 Th.1999 Tentang HAM
Hak Asasi Manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kodratnya   meliputi hak hidup, hak kebebasan, hak  milih, hak dasar lain yang melekat pada diri manusia dan tidak dapat  diganggu gugat oleh orang lain.
Menurut Tap MPR No. XVII/MPR/1988 bahwa Hak Asasi Manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri manusiasecara kodrat, universal, dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Kewajiban dasar manusia adalah  seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak  memungkinkan terlaksana dan tegaknya Hak Asasi Manusia.

HAK ASASI MANUSIA DAN KEBEBASAN DASAR MANUSIA
1.   Hak Untuk hidup
2.   Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
3.   Hak mengembangkan diri
4.   Hak memperoleh keadilan
5.   Hak atas kebebasan pribadi
6.   Hak atas rasa aman
7.   Hak turut serta dalam pemerintahan

B.     ANALISIS KASUS :
1.      Setiap Warga Negara berhak dan berkewajiban dalam upaya bela negara.
2.      Masih adanya pengangguran, kemiskinan, dan anak putus sekolah.
3.      Majikan menganiaya pembantunya.
4.      Seorang anak dibawah umur dipaksa menikah dengan seorang konglongmerat oleh orang tuanya.
5.      Penganiayaan seorang istri oleh suaminya.
6.      Guru/ dosen memukul anak didiknya.


C.    PEMBAHASAN KASUS :

             1. Setiap Warga Negara berhak dan berkewajiban dalam upaya bela negara.
                Bela negara adalah tekad, sikap dan tindakan warga negara yang  teratur menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air sesuai kesadaran hidup berbangsa dan bernegara.
Berdasarkan asas demokrasi, dalam pembelaan Negara. Menurut  UUD 1945,  pasal 27 ayat 3  “bahwa usaha bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara”.
Dan asas pembelaan Negara itu sendiri mencakup dua arti:
  1.  Setiap warga negara harus turut serta dalam menentukan kebijakan tentang pembelaan negara melalui lembaga sesuai undang- undang.
  2. Setiap warga negara harus turut serta dalam setiap usaha pembelaan negara sesuai dengan kemampuan dan profesi masing- masing.
Setiap warga negara wajib mempertahankan negaranya supaya kelangsungan hidup bangsanya tetap terpelihara. Untuk mempertahankan negara sangat ditentukan oleh sikap dan perilaku setiap warga negaranya. Jika warga negara bersifat aktif dan peduli terhadap kemajuan bangsanya maka kelangsungan hidup bangsa akan tetap terpelihara. Sebaliknya jika warga negara tidak peduli terhadap persoalan yang dihadapi bangsanya kelangsungan hidup bangsa akan terancam dan cepat atau lambat negara akan bubar.
Dan dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 3 sudah jelas menyatakan bahwa “setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. Artinya setiap warga negara memiliki wewenang menggunakan hak selaku warga negara dalam membela negara. Tidak ada hak untuk orang lain atau kelompok lain melarangnya. Demikian juga setiap warga negara wajib membela negaranya jika negara dalam keadaan bahaya. Misalnya ada ancaman dari dalam maupun dari luar yang berupaya mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Maka setiap warga negara harus membela dan mempertahankan tegaknya NKRI. Dan kata wajib sebagaimana terdapat dalam UUD 1945, mengandung makna bahwa negara dapat memaksa warga negara untuk ikut dalam pembelaan negara.
Contoh  tindakan warga negara yang wajib atau dapat dilakukan sebagai upaya bela negara. Dan agar kondisi negara aman dan damai, upaya bela negara yang dapat dilakukan antara lain:

Siskamling
            Dengan kegiatan Siskamling maka keamanan dan ketertiban masyarakat akan tetap terpelihara. Dan meskipun ini terlihat sepele atau diacuhkan oleh kebanyakan orang tapi ini adalah kewajiban kita untuk menjaga atau bela negara kita dalam kelompok kecil atau perkampungan.  


Menanggulangi akibat bencana alam atau saling membantu antar warga negara
            Membantu sesama manusia merupakan perbuatan terpuji. Misalnya membantu meringankan beban yang tertimpa musibah bencana alam seperti kebakaran, kebanjiran, tanah longsor, gempa bumi dan contoh lainnya.
            Membantu sesama manusia dapat memperkokoh keutuhan masyarakat, karena bantuan yang diberikan akan menimbulkan simpati dan empati, dan saling merasakan (tenggang rasa). Ini jelas mengatakan bahwa, suatu bantu membantu atau meringankan beban sesama warga negara, itu adalah kewajiban kita sebagai warga negara agar terciptanya kedamaian antar warga negara dan dalam “Bhineka Tunggal Ika” mengatakan, Indonesia berbeda-beda namun tetap satu. Dan tidak ada salahnya kita saling membantu antara warga negara.


Belajar dengan Tekun
            Kegiatan bela negara dapat dilakukan oleh pelajar di sekolah melalui pembelajaran pendidikan kewarganegaraan. Menurut UU No. 3 Th. 2002 pasal 9 ayat 2 menyebutkan keikut sertaan warga negara dalam upaya bela negara di antaranya melalui Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Kegiatan extra kurikuler seperti kepramukaan, PMR, Paskibra yang  merupakan kegiatan bela negara.

  1. Masih adanya pengangguran, kemiskinan, dan anak putus sekolah.
Pengangguran, kemiskinan, dan anak putus sekolah kian lama kian bertambah. Ini di sebabkan oleh banyak faktor. Jika kita hubungkan dengan Hak Asasi Manusia, ini jelas sekali hubungannya dengan pemerintah. Kita lihat pada pasal 27 Ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Namun kenyataannya pengangguran di Indonesia begitu banyak, dan lapangan pekerjaan pun belum bisa mengantisipasi atau mengurangi pengangguran pada saat ini. Kita seharusnya sebagai warga negara berhak menuntut hak kita agar pemerintah meperhatikan nasib warga negara kita pada saat ini. Namun di faktor lain juga, banyak SDM (Sumber Daya Manusia) yang belum memadai untuk memenuhi lapangan pekerjaan.
Tapi, ini semua adalah tanggung jawab pemerintah yang sudah tertera dalam Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa “perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tanggungjawab negara, terutama Pemerintah”. Dan bagaimana caranya pemerintah agar SDM yang ada pada saat ini bisa mengurangi pengangguran dan penegakkan hak asasi manusia dapat berjalan yang telah tertuang dalam pasal 28 I ayat (5) UUD 1945 yang menyatakan bahwa, “ untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan”. Dan bila penegakkan HAM tercapai, insyaallah secara bertahap warga negara kita jauh akan dari kemiskinan, dan anak putus sekolah pun akan berkurang.

3. Majikan menganiaya pembantunya.
Bila kita mendengar sebuah kata penganiayaan pada media masa, tentunya kita akan berfikir pada penganiayaan pembantu oleh majikannya. Masalah ini terjadi terdapat banyak faktor. Sebelum kita menganalisa pada HAM. Kita harus mengetahui mengapa peristiwa atau kasus ini bisa terjadi. Ini kemungkinan terjadi akibat terjadi kesalah pahaman antara majikan dan pembantunnya. Kemungkinan yang terjadi adalah, ketidaksamaan adat istiadat dan perilaku antara pembantu dan majikannya. Karena kita ambil contoh para TKI yang ada di luar negri, tidak sama adat-istiadatnya antara majikan yang di luar negri dan pembantunya yang dari Indonesia.
Namun tidak semua semua para pembantu yang ada di luar negri sebagai TKI teraniaya oleh majikannya. Banyak para TKI pulang dari Negara tetangga, dia bisa membiayai keluarganya hingga dia bisa membangun rumah mewah dan memiliki usaha dan menjadi wirausaha. Namun itu semua harus menjadi tanggung jawab oleh pemerintah. Dan pembantu berhak sebagai warga negara meminta haknya sebagai Hak Asasi Manusia untuk perlindungan dari penyiksaan dan penganiayaan yang sudah diatur dalam pasal 28 G ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa, “setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari Negara lain”.
Dan juga terdapat pada pasal 28 I ayat (1) yang berbunyi, “hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”. Dan kasus ini penting untuk sangat diperhatikan oleh pemerintah, karena selain sudah diatur dalam undang-undang, para pembantu khususnya sebagai TKI, ini dalah penghasil devisa Negara yang masuk sebagai kas Negara. Dan para TKI wajib meminta haknya sebagai warga Negara untuk di lindungi.

4. Seorang anak dibawah umur dipaksa menikah dengan seorang konglongmerat oleh orang tuanya.

Mekipun ini adalah hak sebagai orang tua untuk menikahkan anaknya dengan siapa saja, tetapi baru-baru ini ada sebuah peristiwa di sebuah kota pacitan, yaitu ibu menganiaya anaknya karena anak menolak di jodohkan dengan pilihan ibunya. Dan ini adalah masalah yang harus di perhatikan oleh KOMNAS HAM. Karena seorang anak harus dilindungi yang telah tertulis dalam pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Dan juga terjerat pasal 80 UU Perlindungan Anak.
Kasus ini terjadi karena terdapat banyak faktor yang mempengaruhi. Diantaranya, orang tua menikahkan anaknya dengan konglomerat karena yang pertama adalah dari faktor segi ekonomi. Yaitu orang tua tidak bisa menghidupi keluarganya dan terpaksa orang tua tersebut menikahkan anaknya dengan seorang konglongmerat.
Dan yang kedua ini bisa terjadi kaeran orang tua menjual anaknya kepada seorang konglongmerat. Ini adalah masalah yang harus diperhatikan karena sudah terjadi penjualan anak di bawah umur. Dan ini masalah serius yang harus diperhatikan oleh pemerintah, karena seorang anak harus mrndapatkan haknya , untuk dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan, dan dibimbing oleh orang tuanya dan juga untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran, bahkan untuk bergaul, bermain, berekreasi sesuai umur/bakat yang telah tertuang dalam UU RI No.23/2002  tentang Perlindungan Anak sebagaimana, anak memperoleh haknya.
5. Penganiayaan seorang istri oleh suaminya.
Selama ini rumah tangga dianggap sebagai tempat yang aman karena seluruh anggota   keluarga merasa damai dan terlindungi. Padahal sesungguhnya penelitian mengungkapkan betapa tinggi intensitas kekerasan dalam rumah  tangga. Dari penduduk berjumlah 217 juta, 11,4 persen di antaranya atau sekitar 24 juta penduduk perempuan, terutama di pedesaan mengaku pernah mengalami  tindak  kekerasan, dan sebagian besar berupa kekerasan      domestik, seperti  penganiayaan, perkosaan, pelecehan, atau suami berselingkuh (Kompas, 27 April   2000).
            KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), menurut saya dapat berbentuk:
              1)   penganiayaan fisik (seperti pukulan, tendangan);
              2)   penganiayaan psikis atau emosional (seperti ancaman, hinaan, cemoohan);
              3)   penganiayaan finansial, misalnya  dalam  bentuk  penjatahan  uang belanja secara paksa dari suami;
              4)   penganiayaan seksual (pemaksaan hubungan seksual).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yang dimaksudkan dalam  tulisan ini mencakup segala bentuk perbuatan yang menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, luka, dan sengaja merusak   kesehatan.  Termasuk juga dalam kategori penganiayaan terhadap istri adalah pengabaian kewajiban memberi nafkah lahir dan batin.
Perilaku kekerasan di atas dapat terjadi dalam setiap rumah tangga. Sehingga KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga),  bukan terletak pada apa kriterianya, tetapi lebih pada alasan mengapa perilaku kekerasan itu dapat menerpa tiap   keluarga. Menurut   salah   satu   sumber-sumber kekerasan  dalam rumah tangga yang terjadi didasarkan pada beberapa alasan seperti:
   1.   Adanya persoalan ekonomi, lebih pada kebutuhan lahiriah
   2.   Persoalan keturunan, faktor bathiniah
   3.   Adanya orang ketiga baik Wanita Idaman Lain (WIL) maupun Pria Idaman Lain  (PIL)
  4.   Budaya mahar/belis.
Secara umum keempat faktor inilah yang menjadi   alasan terjadinya KDRT. Faktor-faktor  ini tentu saja akan berbeda pada daerah dan situasi, hanya saja dari sekian banyak kasus yang terjadi, disebabkan oleh karena persoalan ekonomi, dimana kebutuhan papan, pangan  tidak terpenuhi, maka suami atau istri bahkan anak-anak bersikap kasar atau bahkan melakukan kekerasan. Dan faktor ekonomilah yang sangat besar pengaruhnya terhadap adanya KDRT.
Menurut data yang didapatkan berdasarkan kasus yang dilaporkan dari  tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan, terhitung dari beberapa periode angka kasus kekerasan ini meningkat sebesar 45%3,   atau   berdasarkan  catatan Komisi Nasional Perempuan, kekerasan terhadap  istri selama tahun 2007 tercatat   17.772 kasus, sedangkan   tahun 2006 hanya 1.348 kasus, bahkan hal terburuk yang terjadi  adalah anak pun terkena imbas dari pertengkaran antara orang tua, memang dalam hal ini pemicu terbesar dari setiap kekerasan ini adalah faktor ekonomi yang semakin lama dirasakan semakin sulit oleh keluarga, terlebih dengan kejadian krisis ekonomi yang menimpa negara kita saat ini, sehingga ini memang akan menjadi sebuah ujian berat bagi setiap  orang    untuk    tetap  survive menjalani hidup, termasuk bagaimana mengelola rumah   tangga agar sekalipun terlilit kesulitan ekonomi, tetapi bangunan rumah tangga tidak retak lantaran adanya kekerasan.
Dalam banyak literature (Kompas), KDRT diartikan hanya mencakup penganiayaan suami terhadap  isterinya karena korban kekerasan dalam rumah tangga lebih banyak   dialami oleh para  isteri ketimbang anggota keluarga yang lain. KDRT dapat berbentuk:
               1.  penganiayaan fisik (seperti pukulan, tendangan);
               2.  penganiayaan psikis atau emosional (seperti ancaman, hinaan, cemoohan);
               3.   penganiayaan  finansial, misalnya dalam bentuk penjatahan uang belanja secara paksa dari suami;
               4.   penganiayaan seksual (pemaksaan hubungan seksual).
                        Konsepsi kekerasan sebagai kejahatan dalam konteks kehidupan berumah tangga, sebagaimana yang dikonsepsikan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga10 selanjutnya disebut UU PKDRT, adalah sebagai berikut:
 “Kekerasan  dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan      perbuatan, pemaksaan, atau   perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”.
Rumusan UU PKDRT  kalau dikoneksikan dengan konsepsi kekerasan sebelumnya,   maka dapat ditemukan benang merah yang sangat koheren antara kejahatan dengan kekerasan. Koherensinya yakni bahwa kekerasan sangat biasa terjadi dalam kehidupan   berumah   tangga. Karenanya kekerasan sebagai bagian dari kejahatan, perlu dinormakan   secara positif agar memiliki kepastian hukum yang jelas. Karena salah satu fungsi UU adalah memagari masyarakat agar tidak semena-mena terhadap orang lain.
Dari  pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sekalipun telah dilahirkannya UU PKDRT sebagai salah satu bagian dari Criminal Policy untuk menanggulangi kejahatan, melalui    sarana    penal    (UU     PKDRT), namun  juga diperlukan sarana non penal. Sarana   non penal inilah sesungguhnya ruang bagi etiologi kriminologi untuk berperan maksimal dalam mnembahas KDRT.
Bila ini dibahas lebih lanjut akan masih banyak yang akan dibahas. Jadi untuk menaggapi masalah seperti ini, seharusnya pemerintah lebih memperhatikan sebuah hak wanita, dimana hak wanita untuk dilindungi, dalam pasal 28 G ayat (1) dan (2). Dan juga dalam UU No.23 Tahun 2004.

6. Guru/ dosen memukul anak didiknya.

Menteri Pendidikan Nasional, M Nuh, mengecam keras tindak kekerasan guru terhadap muridnya. Aksi semacam itu menjadi preseden buruk bagi guru dan mencoreng wajah pendidikan di Tanah Air. "Intinya siapa pun, tidak usah guru yang melakukan kekerasan, itu tidak dibenarkan," kata M. Nuh kepada detikcom saat ditemui di kantornya. Hal ini disampaikan M. Nuh saat ditanya seputar aksi Kholil, guru di SMPIT Insan Mubarak yang memukul anak didiknya, Ade Sukma Fachrurromdzi (14), hingga menderita tiga jahitan di pelipisnya. Menurut M. Nuh, pihak sekolah harus mengambil tindakan terhadap guru tersebut. Dinas DKI, lanjutnya, juga harus turun tangan menyelesaikan masalah ini. "Jangan sampai kekerasan semacam ini kembali terulang. Kepala dinas turut pikirkan itu. Ada mekanisme bagaimana membangun dan meminimalisir kejadian itu," ujar M. Nuh. Polres Metro Jakarta Barat telah menjadikan Kholil sebagai tersangka. Kholil mangkir saat dipanggil pertama kali. Polisi kemudian melayangkan panggilan kedua. Polres meminta Kholil bersikap kooperatif mempertanggung jawabkan ulahnya.

            Berdasarkan hasil pemeriksaan sejumlah saksi mata dan mengacu pada hasil visum, diketahui bahwa luka 3 jahitan di pelipis Ade akibat dipukul. Ini sekaligus membantah pernyataan Kholil yang mengaku mengibaskan tangan dan tidak sengaja mengenai Ade. Atas ulahnya tersebut, Kholil dijerat dengan Pasal 80 UU Perlindungan Anak dan Pasal 351 KUHP. Ancaman tertitinggi di UU Perlindungan anak adalah pidana 10 tahun penjara.
            Penjelasan diatas adalah marahnya seorang Menteri Pendidikan Nasional, yaitu M Nuh. Dia sangat kecewa melihat para guru bersikap kasar kepada muridnya. Namun juga banyak faktor yang mempengaruhi. Mungkin guru memukuli muridnya, karena guru kesal melihat muridnya yang nakal dan tidak mau di nasehati. Akan tetapi tidak sepantasnya guru memperlakukan murid demikian. Karena murid masih dalam proses belajar dalam menggapai cita-citanya. Dan juga murid mempunyai haknya sebagai anak. Dan anak juga di lindungi oleh hukum. Yang telah tercamtum dalam UU RI No.23/2002 tentang Perlindungan Anak.